Kawah Ijen,The First Encounter

An introduce journey to Kawah Ijen, witness the exotic of 'Blue Fire'.

Amed, The Sapphire of East Bali

Embrace the wind, Feel the sun, and discover the underwater life of East Bali.

Bromo, Heart of The East Java

Visit one the most fascinating mountain of Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Nusa Ceningan, The Hidden Paradise

Discover the secret beach on this small enchanting island of Bali.

Seger Beach, One of Lombok's favorite beach

Lombok has so many beaches and you never be bored when you step your feet here.

Wednesday, August 21, 2013

Kawah Ijen : The First Encounter



A few days before the Independence Day i've heard a plan to Kawah Ijen from my friend Eko and Tutde, but I  still doubt because on that date there was something I need to do. At first I feel sad can't take part with them to Ijen, because I  really wanted to go and when the chance come I can't go for it.
Suddenly on 16 August in the afternoon I have the chance to go, because something I need to do was postponed. Excited for sure! Then I packed few things to bring on my backpack get sleep early.

Ringggg..ding..ding the alarm was ringing and we ready to go, Ijen we're coming! In this trip I go with Tutde,Eko,Sukmana, and 8 other guys from their SHS friends. We ride motorbikes and arrive at the Gilimanuk Harbour arround 8AM. Then crossing with ferry about 45 Minutes. Bang..arrive at Ketapang, first time for me riding to java. First we go to Indra house in Banyuwangi, Indra is our friend and he guide as in this trip. We have lunch and rest at his house (Thx a lot Indra and fams!) and then go to Kawah Ijen. About 1,5 hours ride motorbike we arrive at Kawah Ijen entrance gate, entrance fee is cheap Only Rp.3000/motorbike. First tips, If you want to Kawah Ijen with motorbike I suggest the one with gears, don't use matic because the road is going up and up, I thought matic not a good choice here.

The Mountains brother of East Java, Ijen is among them.
The Passengers sighseeing.
Fellas, thanks for let me join the trip!
We park our motorbikes near Warung Bu'Im, and ask her for keeping our motorbikes safe in a night. Then we start to trekking from Paltuding to the Pos Bundar, the place we use for setting up the tents. After 2 hours walk finally we arrive at pos bundar, we start to set up the tents and cooked Pop Mie (Hiker's must bring supplies). After finish dinner, we all get rest early because at 2 AM, we will walk again to the crater.

One of our motorbike is broke, so few of us must walk wait for other friends picking up. Next time be sure your motorbike are totally ready.

Trekking start from Paltuding, before it let get's bit narcism (photo by Tutde)
Reload...Reload... halfway from pos bundar. (photo by Tutde)
Cup Mie save our stomach. (photo by Tutde)
2AM we're get ready to hike, it takes about 1 hour walk to the crater. The track from pos bundar to the crater is better, track from paltuding is more exhausting (IMHO).Second Tips, I suggest you set up a tent and sleep overnight at pos bundar, because if you track all the way from Paltuding to the crater you'll be too exhausted and spend more time (except you are Pro Hiker and have a strong physical). Finally we arrive at the crater rim, many people already here it was so crowded due to Independence Day many youth Hiking to the mountain to celebrate. It's about 3AM still dark, then we walk down into the crater to see the famous 'Blue Fire' and the Sulfur miners works. Here your adrenaline be pumped, the way down into the crater was very steep and rocky, be sure to bring headlight/flashlight. I put a big respect to the Sulfur Miner, everyday they go up and down (paltuding-crater) carrying about 75kg sulfur which just rewarded Rp. 55.000. 'Their life as rough as the rocky path to the crater, but they always tough like a mountain' Respect!.

The outerspace, the stars are beautiful from the crater.
Sulfur Miner on duty.
The Famous Blue Fire, unfortunately it was so crowd.
We wanted to step up closer, but the smoke is getting bigger.
Two miners carrying sulfurs, believe me it's Heavy!
The path to the crater, very steep and rocky but before see heaven you must pass the hell, right?.
The miner works from early morning, because at the noon the smoke getting bigger.




Mr.Play boy say thanks to APstuff Clothing for free Tshirt, stay awasome Sir!
Thanks for APstuff for the endorsement, we love u! (photo by Sukmana)
The smoke of sulfur.
The biggest acid lake of the world according to uncle google.
Warning, the risk is yours.
The crater rim, the best time to visit Ijen are in June,July and August.

Morning chat before go down to the crater.






Eko, Pur, Arwin, and ....(forget the name) hhaa...
We Love Indonesia!





See..the road is never flat.



Pano of Ijen, Merged from 12 photos.
After 'walk like grandma' down, finally we can saw the Blue Fire live in front of our Eyes, but we can't stay long enough because sometimes the wind change and blow the smoke toward us and it's happen a few times. Actually getting down to the crater is prohibited for the visitors, because it's dangerous way and the smoke of sulfur makes you hard to breath. But if you are don't care the rules the risk is yours, don't forget to use masker and cover it with wet towel it lil'bit help to filter the smoke. Hmmm..I think is not enough explore Ijen just one day, next time I'll come again..Well this just my First Encounter...see ya!!
Full team, (Left>Right) Adi, Wayan, Andi, Indra, Petruk, ... , Pur, Emon, Eko, Sukmana, Tutde, Arwin, Me....!

Sunday, July 21, 2013

Trip to Menjangan, "Pray,Eat,Get Lost"

 Akhirnya ter-posting juga perjalanan ini setalah terbengkalai 8 bulan lamanya karena sesuatu dan lain hal yang tak bisa saya ungkap disini. Kali ini pake Bahasa Nasional aja biar lebih keren (baca: males translate).

Berawal dari ajakan teman untuk sembahyang sekaligus melepas penat di akhir pekan awal November kemarin, saya bersama 3 kawan pergi ke Pulau Menjangan. Pulau Menjangan berada dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat yang terletak di ujung barat pulau Bali, tepatnya di perbatasan antara
Jembrana dan Buleleng. Hari pertama kami berangkat sekitar pukul 4 sore dari Denpasar, tujuan utama adalah survei ke Dermaga Banyuwedang dan Labuan Lalang untuk menanyakan harga dan jam keberangkatan kapal esok hari. Perjalanan dari Denpasar menuju ke dermaga sekitar 3 jam, lama memang mengingat jarak tempuh lebih dari 100km. Setelah survei di dua dermaga akhirnya kami memutuskan untuk berangkat dari dermaga Banyuwedang alasannya karena pemilik perahu mau mengantar kami jam 5 pagi, kenapa subuh-subuh nyeberang? tidak lain tidak bukan ya ngejar sunrise :), maklum sambil sembahyang sambil hunting dikit ga apa kan..hhe.

Malam itu kami menginap di kampung halaman salah satu teman kami 'Gung Angga' , di Desa Tukad Mungga masih di Buleleng sekitar 1,5 jam perjalanan dari dermaga. Jika ingin menginap di sekitar dermaga ada beberapa hotel dan homestay, tapi sangat sepi jika malam hari dan susah mencari warung/tempat makan, disamping itu kami juga menghemat oksigen di dompet kami :).

Otw Pulau Menjangan, 40 menit dengan jukung bermesin turbo.

Pukul 3 dini hari kami sudah bersiap-siap untuk berangkat ke dermaga Banyuwedang, karena sudah sepakat menyeberang pukul 5 pagi dengan pak Wayan Dapet sopir boat yang kami tumpangi. Setibanya di dermaga suasana masih gelap gulita, kami segera diantar ke perahu oleh Pak Dapet. Waktu tempuh untuk menyeberang ke Pulau Menjangan ialah sekitar 40 menit, tanpa basa-basi kamipun menyeberangi gelapnya laut menuju pulau Menjangan. Ombak waktu itu lumayan tenang, membuat kami merasa nyaman dalam perjalanan ke pulau. Tak terasa kami sampai di Pulau Menjangan tepat sesaat sebelum mentari menampakkan diri. Kami bergegas turun dan memotret sunrise.

Papan selamat datang yang agak usang namun tetap menghimbau.

Tepat sebelum matahari terbit.

Mentari dan Ranting-Ranting Bisu.

Mr. Dedot sibuk mencari sinyal sementari bli Dwi sibuk motret Dedot nayari sinyal o_O"

Pulau ini memang agak gersang namun masih ada beberapa tumbuhan hijau yang hidup disini.


Penerangan di kala malam, tidak banyak tapi sangat penting.

Perahu yang membawa kami kesini, dan tampaknya Sang Nakhoda sedang tertidur.

Ada yang hidup, Ada yang pura-pura mati.
Puas mengabadikan sunrise di Menjangan, kami segera menuju tempat pertama yaitu, Pura Taman Pingit Kelenting Sari. Terdapat 7 tempat persembahyangan di Pulau ini letaknya pun saling berdekatan. Usai di Pura Taman kami melanjutkan perjalanan ke tempat persembahyangan kedua, yaitu Pasraman Agung Brahma Ireng (Ratu Patih Kebo Iwa). Kemudian berlanjut ke Pagoda Agung Dewi Kwan-Im dan Pendopo Agung Patih Gajah Mada. Setelah itu masih ada dua pura lagi yaitu Pucak Penataran Agung Pura Pingit Klenting Sari tempat ber'sthana nya Ida Bhatara Lingsir Sang Hyang Pasupati Siwa Nunggal dan Junjungan Dalem Airlangga, lalu yang terakhir adalah Hyang Ganesha.


Tempat Persembahyangan I

Tempat Persembahyangan II, ingat lepas alas kaki dulu.

Tempat Persembahyangan III, sembahyang disini cukup dengan Dupa dan lebih baik lagi membawa persembahan berupa buah-buahan.
Tempat Persembahyangan IV, Tempat berstana Mahapatih Gajah Mada.

Tempat Persembahyangan V.

Tempat Persembahyangan VI

Tempat Persembahyangan VII, Patung Hyang Ganesha berukuran besar ada di ujung gang ini.

Beberapa umat hindu lain yang baru datang dan hendak bersembahyang di Pulau Menjangan.

Pak Dapet sudah memarkir perahunya siap untuk kembali ke dermaga.

Pak Dapet sedang mengoperasikan perahunya, sayangnya belaiau tidak narsis.
 Usai bersembahyang kami bergegas menuju dermaga dimana sang 'Nakhoda' Pak Dapet telah menunggu sedari pagi tadi. Sekitar pukul 9 pagi kami dalam perjalanan kembali ke dermaga Banyuwedang. Ditemani angin laut sepoi-sepoi, kami mulai menyantap bekal kami yang sudah dibeli kemarin malam, yaitu "Nasi Jinggo". Kapan lagi makan nasi jinggo ditengah lautan utara Bali :D. Hunting sudah, Sembahyang sudah, sarapan juga sudah..hmmm..tampaknya kami mulai krisis aktivitas, karena memang tidak merancang 'itenary' yang detail jadi kami memutuskan untuk 'Get Lost' sekitaran Dermaga. Sampai di dermaga kami mengganti pakaian, lalu mulai bergerak menyusuri jalan yang tandus didekat dermaga yang entah kemana ujungnya. Kemudian sampailah di sebuah pantai yang cukup tenang dan sepi, disekitarnya terdapat pohon-pohon yang krisis daun dan banyak bertebaran sapi-sapi yang sedang mencari makan. Wah, unik sekali tempat ini..karena gak tau namanya jadi kita kasi nama 'Negeri Sapi'.


Goodbye Menjangan Island, see ya later.

Teman sejawat yang memberikan bekal sarapan.

Airnya cukup tenang, dibawah sini katanya ada terumbu karang yang keren. Next time kita coba snorkeling.

Dermaga Banyuwedang.
Entah siapa.. yang jelas Your Mustache Awesome, Sir!

Ini dia 'Negeri Sapi', saking krisisnya rumput, daun di pohon pun jadi.

Pantai di 'Negeri Sapi', tenang namun hati-hati banyak bulu babi.
 Puas menjelajah Negeri Sapi antah berantah, kami memutuskan kembali dan mencari makan siang di dermaga Labuan Lalang. Di dermaga ini banyak terdapat warung dan bale-bale tempat beristirahat, karena nanggung balik ke tempat menginap jadi kami menghabiskan waktu siang disini sambil menanti waktu sunset, karena menurut perkiraan sunset di dermaga ini sepertinya keren dilihat dari cerahnya cuaca siang itu. Tak terasa matahari mulai lelah bertengger diatas, perlahan ia mulai turun kembali ke peraduannya.
Tapi sayang para prajurit awan menutupi perjalanan sang matahari dan angan kami akan sunset yang keren itu gugur seperti daun di Negeri Sapi. Tapi tak apa lah, berkas sinarnya masih dapat kami nikmati sambil berendam di pantai labuan lalang ini. Sepeninggalan sang matahari kami pun kembali menuju tempat menginap dan beristirahat serta bersiap untuk kembali ke Denpasar esok hari.

Sunset yang tertunda di Labuan Lalang.

 Waktu menunjukan pukul 7 pagi, rencana kemarin malam kami akan sarapan di warung 'Jaje Laklak' di dekat terminal Sangket, Kota Singaraja. Laklak adalah jajanan tradsional bali yang dibuat dari tepung beras dan dimasak diatas cetakan khusus dengan panas kayu bakar. Setelah matang bentuknya bundar mirip seperti surabi hanya saja laklak lebih kecil, lalu platingnya ditabur parutan kelapa dan disiram gula merah cair. Walaupun namanya sarapan tapi saya khilaf dan menghabiskan 2 porsi Jaje Laklak, sungguh nikmat tiada tanding.

Proses pembuatan 'Laklak'.

Proses plating dan siap disantap!